Kenapa Tantrum Bisa Jadi Momen Paling Melelahkan bagi Orang Tua?
INDOTORIAL.COM - Tidak ada orang tua yang kebal terhadap momen-momen di mana anak tiba-tiba menangis keras, berteriak, menjatuhkan diri ke lantai, atau bahkan melempar barang. Tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak, terutama pada usia 1–5 tahun. Namun tetap saja, ketika terjadi, suasana rumah bisa berubah menegangkan. Orang tua perlu tetap tenang, sementara anak sedang menunjukkan perasaan yang tidak bisa mereka ungkapkan dengan kata-kata.
Artikel ini disusun untuk membantu orang tua memahami apa yang sebenarnya terjadi ketika anak tantrum—dan bagaimana menghadapinya dengan cara yang efektif, penuh empati, dan tetap menjaga kesehatan mental orang tua. Dengan pendekatan santai tapi serius, Anda akan menemukan banyak tips praktis yang bisa langsung dipraktikkan.
Apa Itu Tantrum? (Dan Kenapa Tidak Selalu Buruk)
Secara sederhana, tantrum adalah ledakan emosi yang terjadi ketika anak merasa frustrasi, lelah, marah, atau kewalahan. Mereka belum memiliki keterampilan untuk mengelola atau mengekspresikan emosinya dengan baik, sehingga tubuh mengambil alih: menangis, berteriak, menolak, memukul, dan sebagainya.
Fakta ilmiah tentang tantrum:
Anak usia 1–4 tahun masih mengembangkan bagian otak prefrontal cortex (pengendali emosi & impuls).
Tantrum bukan bentuk manipulasi di usia dini—itu murni emosi yang meluap.
Semakin orang tua bereaksi ekstrem, semakin besar peluang tantrum meningkat.
Dengan kata lain, tantrum adalah bahasa emosi yang belum bisa anak sampaikan melalui kata-kata.
Penyebab Umum Anak Tantrum
Memahami pemicunya akan membantu orang tua merespons dengan lebih tepat. Berikut penyebab-penyebab paling umum:
1. Lapar atau Lelah
Dua kondisi ini adalah penyumbang tantrum terbesar. Anak yang kurang istirahat dan sedang lapar jauh lebih sensitif terhadap hal kecil.
2. Frustrasi karena Keterbatasan Kemampuan
Misalnya: tidak bisa memakai sepatu sendiri tetapi ingin melakukannya, atau ingin main di luar saat hujan.
3. Keinginan Tidak Terpenuhi (Boundaries Testing)
Usia toddler memang masa mereka menguji batasan orang tua.
4. Terlalu Banyak Stimulasi
Keramaian, suara bising, atau kegiatan bertumpuk membuat anak kewalahan.
5. Ingin Perhatian
Bukan manipulasi—lebih kepada kebutuhan interaksi sosial.
6. Kemampuan Bahasa yang Belum Matang
Anak yang belum bisa menyampaikan keinginan lewat kata-kata lebih mudah tantrum.
Dengan memahami penyebab, kita bisa lebih bijak dalam menentukan pendekatan apa yang tepat saat anak mulai meltdown.
Tips Mengatasi Anak Tantrum: 15 Strategi Efektif yang Terbukti Ampuh
Berikut bagian paling penting dari artikel ini. Pembahasan dibuat lengkap, mendalam, mudah dibaca, dan langsung bisa diterapkan.
1. Tetap Tenang, Emosi Orang Tua Menentukan Durasi Tantrum
Tantrum seperti api kecil: jika ditambah bensin (emosi orang tua), akan menyala lebih besar.
Namun jika dibiarkan padam dengan pendekatan yang tepat, tantrum biasanya mereda dengan cepat.
Kenapa harus tenang?
Anak melihat orang tua sebagai “regulator emosi”.
Jika Anda panik, marah, atau berteriak, anak merasa makin tidak aman.
Tenang membuat orang tua bisa berpikir jernih dan merespons tepat.
Tips praktis:
Tarik napas dalam 3–5 detik.
Bicaralah dengan suara rendah.
Jangan terpancing untuk berdebat dengan anak.
2. Validasi Perasaan Anak (“Aku tahu kamu lagi marah…”)
Ini salah satu teknik paling powerful dalam psikologi anak.
Ketika anak merasa dimengerti, sistem saraf mereka menjadi lebih tenang.
Contoh kalimat validasi:
“Iya, kamu sedih karena mainannya jatuh.”
“Mama tahu kamu marah karena ingin es krim.”
“Kamu kecewa ya tidak bisa nonton TV sekarang.”
Validasi bukan berarti menyetujui kemauan anak—hanya mengakui perasaannya.
3. Tawarkan Pilihan, Bukan Perintah
Anak tantrum sering terjadi karena mereka mau merasa “punya kendali”. Memberi pilihan membuat anak merasa dihargai.
Contoh:
“Kamu mau mandi pakai air hangat atau air biasa?”
“Mau pakai baju biru atau merah?”
“Pilih: jalan ke mobil sendiri atau mama bantu?”
Pilihan sederhana bisa sangat menenangkan.
4. Alihkan Fokus Secara Bijak
Setelah divalidasi, anak biasanya lebih mudah dialihkan.
Beberapa teknik pengalihan:
Ajak lihat sesuatu yang menarik (“Eh lihat burung itu!”)
Ajukan pertanyaan lucu (“Kamu lihat nggak robot kecil di kaus kamu?”)
Berikan aktivitas sederhana (“Bantu mama pilih sendok yang bagus, yuk.”)
Bagi anak kecil, pengalihan fokus adalah penyelamat.
5. Gunakan Sentuhan Menenangkan
Pelukan adalah “obat emosional” yang sering lebih kuat daripada kata-kata.
Jika anak menerima sentuhan, Anda bisa:
memeluknya
mengusap punggung
merangkul
menepuk-nepuk pelan
Tapi jika anak sedang tidak mau disentuh, jangan memaksa. Hormati ruangnya.
6. Tetap Konsisten dengan Batasan
Tantrum sering muncul saat anak ingin sesuatu yang tidak sesuai aturan (misal: ingin gadget).
Apapun reaksinya, aturan tetaplah aturan.
Contoh kalimat:
“Mama tahu kamu sedih, tapi waktunya istirahat gadget selesai.”
“Kamu boleh marah, tapi mainan tidak untuk dilempar.”
Konsistensi membuat anak merasa aman.
7. Hindari Memberi Apa yang Mereka Inginkan Saat Tantrum
Ini penting agar tantrum tidak menjadi “alat” yang efektif.
Jika hadiah diberikan saat anak tantrum:
Anak belajar bahwa tantrum berhasil.
Tantrum akan meningkat frekuensinya.
Daripada menyerah, tunggu sampai mereka tenang baru diskusikan.
8. Gunakan Teknik “Time-In”, Bukan Time-Out Berlebihan
Parenting modern mendorong time-in, yaitu menemani anak selama tantrum agar mereka merasa aman.
Time-out boleh digunakan, tapi sebagai ruang menenangkan, bukan hukuman.
Time-in contoh:
“Mama di sini ya, kalau kamu butuh.”
“Kita duduk sama-sama sampai kamu merasa lebih baik.”
Kehadiran orang tua menenangkan sistem saraf anak.
9. Perhatikan Faktor Fisik: Tidur, Makan, dan Stimulasi
Banyak tantrum bisa dicegah dengan memperbaiki rutinitas harian.
Checklist harian:
Apakah anak tidur cukup?
Apakah makan teratur?
Apakah mereka perlu istirahat dari layar?
Apakah kegiatan terlalu padat?
Kadang solusi tantrum hanya: tidur cukup + ngemil sehat.
10. Gunakan Bahasa yang Singkat dan Sederhana
Saat tantrum, anak tidak bisa memproses kalimat panjang.
Gunakan kalimat pendek:
“Tenang dulu ya.”
“Mama di sini.”
“Kita tunggu sebentar.”
Kalimat panjang hanya membuat mereka tambah frustrasi.
11. Ajarkan Anak Mengenali Emosi
Anak yang dapat menyebutkan emosinya cenderung lebih jarang tantrum.
Cara mengajarkan emosi:
Gunakan kartu emosi.
Tunjukkan ekspresi di cermin.
Gunakan buku cerita tentang perasaan.
Beri nama emosi: marah, sedih, kecewa, takut, gugup, dll.
Dengan memahami perasaannya, anak memiliki alternatif selain tantrum.
12. Jadilah Role Model dalam Mengelola Emosi
Anak belajar dengan mengamati.
Jika orang tua:
sering berteriak
mudah marah
menegur dengan keras
Anak akan meniru cara itu.
Sebaliknya, jika orang tua berhenti sejenak saat marah, bernapas, lalu bicara pelan—anak akan meniru hal yang sama di kemudian hari.
13. Buat “Ruang Tenang” di Rumah
Sebuah sudut kecil yang nyaman bisa membantu meredakan tantrum lebih cepat.
Isi ruang tenang bisa berupa:
bantal empuk
boneka
buku gambar
sensory toys
lampu warm
Ini bukan hukuman, tapi tempat untuk anak menenangkan diri.
14. Ajak Anak Berkomunikasi Setelah Tantrum Berakhir
Langkah ini sering dilupakan.
Setelah anak tenang, saat otaknya sudah lebih rasional, ajak berbicara.
Contoh dialog:
“Tadi kamu marah ya karena nggak dapat es krim?”
“Lain kali kalau ingin sesuatu, kamu bisa bilang ke mama.”
Pembicaraan setelah tantrum membangun kemampuan regulasi emosi jangka panjang.
15. Apresiasi Setiap Kemajuan Anak
Jangan lupa memberi pujian ketika anak berhasil mengelola emosinya.
Contoh:
“Tadi kamu hebat mau tarik napas dulu sebelum marah.”
“Mama bangga kamu bisa bilang kalau kamu sedih.”
Apresiasi kecil memotivasi anak untuk terus belajar.
Kesalahan Umum Saat Menghadapi Tantrum (Dan Cara Menghindarinya)
1. Berteriak balik
Membuat tantrum makin parah dan melukai mental anak.
2. Mengancam terus-menerus
Ancaman bukan edukasi—itu menakut-nakuti.
3. Memberi hadiah agar anak diam
Ini memperkuat tantrum sebagai strategi.
4. Malu dilihat orang lain
Tantrum di tempat umum sering membuat orang tua panik, but remember:
itu normal
bukan kesalahan Anda
prioritasnya tetap anak, bukan pandangan orang lain
Cara Mencegah Tantrum di Masa Depan
Selain mengatasi tantrum saat terjadi, penting juga untuk mencegahnya.
1. Bangun Rutinitas Harian yang Stabil
Anak suka kepastian. Rutinitas mengurangi stres.
2. Ajak Anak Terlibat dalam Aktivitas Harian
Beri mereka rasa kontrol.
3. Ajarkan Kata-Kata yang Bisa Digunakan Saat Frustrasi
Misalnya:
“Minta tolong”
“Aku marah”
“Aku capek”
4. Sediakan Waktu Bermain Bebas
Main bebas membantu mengatur emosi.
5. Kurangi Screen Time yang Berlebihan
Layar yang terlalu sering dapat membuat anak mudah marah.
Kapan Orang Tua Perlu Mencari Bantuan Profesional?
Jika tantrum:
terjadi sangat sering
berlangsung lebih dari 15–20 menit
melibatkan perilaku membahayakan
terjadi pada usia di atas 5–6 tahun secara intens
disertai keterlambatan bicara atau perkembangan
Maka konsultasi dengan psikolog anak bisa menjadi langkah bijak.
Tidak ada yang salah dengan meminta bantuan. Justru itu bentuk kepedulian.
Tantrum Adalah Bagian dari Tumbuh Kembang, Bukan Tanda Kegagalan Orang Tua
Tantrum memang melelahkan, kadang membuat orang tua merasa frustrasi atau bahkan gagal. Tapi sebenarnya, tantrum adalah bagian normal dari masa tumbuh kembang anak.
Yang terpenting adalah:
tetap tenang
validasi perasaan anak
konsisten dengan aturan
bantu anak belajar mengenali emosinya
Dengan cara ini, tantrum bukan hanya bisa ditangani dengan lebih mudah, tetapi juga menjadi momen belajar yang sangat penting untuk perkembangan emosional anak.
Anda tidak sendirian. Setiap orang tua pernah melalui fase ini.
Yang membedakan adalah bagaimana kita meresponsnya.
(Indotorial.com)
